mewadahi yang tak terwadahi
mengungkap yang belum terungkap
menyusuri lorong-lorong yang jarang dilewati

Saturday, January 10, 2015

Kemarahan

Kemarahan ini begitu besar. Sepertinya aku begitu mengenalnya. Bagaikan sahabat lama yang datang kembali mampir ke hariku. Gila gila gila gila.... marah sekali. Bagai sebuah pusaran puting beliung yang makin lama makin kuat putarannya. Dan... putaran itu bergeser dan bergeser ingin meluluh lantakkan yang ada di sekitarnya.... mmmhhh...

Akal sehatku tarik menarik dengan kemarahanku. Aku menangis. Menangis ... karena aku tahu bahwa aku sangat marah. Tapi aku juga tahu bahwa jika ini kuikuti, maka semua yang telah kubangun dan terbangun... akan musnah.

Tangisku meleleh terus....

mmmm selagi perasaanku bergejolak... kepalaku berputar...benarkah? benarkah aku mau menuruti amarahku ini?

Saat marah, aku tersadar tentang pengalamanku saat kecil. Aku begitu marah. Waktu itu aku merasa tidak dimengerti. Aku ingin b**** d*** atau hanya sekedar lari. Marah karena merasa disepelekan. mmmm... sebuah pencerahan di saat kegelapan kemarahanku...

Kalau marah yang ini aku seperti ingin membangun tembok untuk diriku. Tembok yang telah kurobohkan itu ingin kubangun kembali. Mencintai itu harus siap tersakiti. Perasaan tergantung pada yang lain, perasaan tertolak, ... Aku sedih hasrat primitif itu datang lagi. Tapi....

Ingin lari...
Ingin pergi....
Ingin mengurung diri...
Ingin tidak peduli....
Membalas dendam....
Marah....

Semoga gelombang marah ini lekas usai. Dan puting beliung kemarahan ini tak menyebabkan banyak yang porak poranda. Semoga ...

Monday, April 22, 2013

the least expectation


the least you expect something, the more possibility you get the thing...


Pepatah di atas kini terjadi padaku. Dan...oh sungguh indahnya.
Masih menempel di ingatanku ketika aku kembali ke kotaku. Mencari tautan-tautan batin untuk mengolah rasa, asa, dan ide-ide yang berkelebatan di kepala.

Kucari di mana-mana.
Kuusahakan dengan segala daya.
Hingga habis rasa
lelah mencoba

Dan ketika kulepaskan hasrat bergelora untuk mendapat teman bicara,
kuterima teman-teman penuh cinta
teman yang memberi hatinya
untuk bertaut dan bertukar luka, harapan, dan kegembiraan
dan menjadikan hari-hariku tak seperti sedia kala.


Thanks to all my friends who share time and joy together...I love you all.

kehilangan

rasa-rasanya ingin marah
kutelusuri kenapa-kenapanya
ternyata
mmm
kuakui aku merasa kehilangan
dan rasa kehilangan itu bisa membuatku marah
iri
dan hasrat untuk pergi meninggalkannya

Obrolan di hari Minggu

G: Apakah kamu percaya kepada-Ku?
A: Ya. Aku percaya

G: Apakah kamu percaya kepada-Ku?
A: Ya. Aku percaya

G: Apakah kamu percaya kepada-Ku?
A: Ya. Aku percaya

G: Apakah kamu percaya kepada-Ku?
A: Ya. Aku percaya. Percaya (mulai merasa sedih. mmm mungkin ini yang juga dialami oleh Petrus ketika ditanya oleh-Nya berkali-kali. mm kira-kira saat ini Tuhan mau bicara apa ya?)

G: Jangan hina dina dombaku
A: ha???
G: Gembalakanlah domba-dombaku
A: haa? maksudnya?
G: Gembalakan domba-dombaku.

Kuberanikan untuk bertanya:
A: Ada apa Tuhan?
G: Tidak ada apa2. Aku hanya ingin menyapamu.
A: (terdiam) mmm
G: Kamu percaya bahwa Aku dapat mengabulkan apapun doa permohonanmu?
A: ya
G: kalau begitu, mintalah
A: sudah
G: mintalah...
A: (aku merasa Ia ingin aku untuk meminta permohonan itu)
G: ayo..mintalah
A: (aku lalu meminta dengan setengah hati. enggan. bingung. ini sudah kesekian kali aku diminta oleh-Nya untuk meminta itu)
G: kamu belum percaya namanya
A: yah.. aku bingung Tuhan.

G: Maukah kamu melakukan sesuatu untukku?
A: ya
G: Maukah kamu melakukan sesuatu untukku?
A: ya
G:Datanglah ke rumah-Ku setiap hari. Mau?
A: Ok.
G: Kamu mau ngobrol-ngobrol lagi?
A: Mau
G: sering-seringlah ke sini.

setelah ngobrol dengan-Nya rasanya aku begitu gembira. senang sekali.ingin ngobrol terus dan terus dengan-Nya. mmm
 
pic diambil dari www.sodahead.com

Monday, October 22, 2012

Perubahan-Sebuah renungan atas buku tentang A de Mello SJ


Anthony de Mello, SJ dalam buku karangan Pastor Carlos, SJ pernah mengatakan bahwa perubahan yang sebenarnya adalah perubahan yang tidak dipaksakan, perubahan yang terjadi begitu saja, natural.
Sontak respon otakku mempertanyakan tentang kalimat ini. Perubahan yang natural. Seperti apa ya? Perubahan yang tidak diupayakan. Seperti apa itu? Apakah ada perubahan yang begitu saja terjadi?

Sambil membuka lembar demi lembar buku yang memuat ajaran-ajaran Pastor de Mello, SJ itu aku mencoba untuk meresapinya hari demi hari.Lalu sekarang aku ingin menuangkan pengalamanku dalam bereksperimen, merasa, berpikir tentang ide-ide dari buku tersebut.

Pertama adalah perubahan yang natural.
Mungkin aku tidak akrab dengan terminologi ini karena aku akrab dengan hal-hal yang bersifat eksternal yang dimasukkan ke dalam diriku. Misalnya ide-ide, nilai-nilai, pendapat-pendapat yang berasal dari buku, orang-orang, institusi keluarga, masyarakat, gereja, dll. Terlepas bahwa segala ide, nilai, pendapat tersebut adalah baik namun yang menjadi keprihatiannya adalah kelekatan dengan hal-hal eksternal. Aku sibuk mengakrabi hal-hal eksternal untuk 'membenahi' internal diriku agar dapat mencapai nilai-nilai standar yang ditetapkan oleh pihak eksternal. Waaaaa . Maka, jika aku mendengar kata perubahan, dalam benakku muncullah paham dimana aku perlu menyesuaikan diri agar semakin dapat mencapai hal-hal yang distandarkan oleh pihak luar atas diriku. Perubahan dalam hal ini menjadi sesuatu yang harus dilakukan demi tercapainya maksud tersebut.

Aku telah lupa, atau sengaja lupa dan tak sadar bahwa perubahan hakikatnya adalah sesuatu yang sangat alami. Tak perlu dipaksa-paksa atau dimanipulasi dan direkayasa. Contoh konkritnya adalah ketika kita mengalami malam gelap kemudian berganti fajar dan siang. Itu terjadi begitu saja. Alami. Tidak diupayakan. Begitu pula ketika daun berguguran ketika pohon meranggas pada musim kemarau. Ya... begitu saja. Tanpa perlu diusahakan. Bahwa sang pohon melalukan upaya meranggas, itu dilakukannya oleh dirinya bukan oleh pihak luar.

Perubahan yang alami membuat seimbang, damai, dan tenang. Sifatnya tidak serta merta alias membutuhkan waktu dan bersifat long lasting.


Kedua adalah berorientasi ke dalam. 
Aku cenderung mudah mencari ke luar. Entah itu mencari teman, kegembiraan, kepuasan, dll. Begitu bersemangatnya aku mencari segalanya itu. Proses pencarian itu membuatku sibuk, bersemangat luar biasa, dan bergairah. Namun, seringkali yang kutemui adalah sebuah kehampaan. Proses yang menggebu-gebu itu hanyalah berujung sebuah ketidakpuasan. Itu semua karena orientasinya adalah "keluar".

Aku lupa bahwa aku punya sisi dalam, bukan saja sisi luar. Dan sisi itu seringkali terlupa karena memang tak populer jika dibandingkan dengan sisi lainnya yaitu sisi luar. Aku mudah keluar tapi takut ke dalam. Padahal, kebijaksanaan, damai, tenang, kebahagiaan, kepuasan, dan teman sejati (yang adalah semua hal yang kucari di luar) itu disediakan oleh sisi dalam. ya! itu sebuah kebenaran. Semua disediakan dengan berlimpah ruah oleh sisi dalamku. Dan baru saat-saat ini lah aku mengalami keakraban dengan sisi dalamku. Sisi yang dulu membuatku tak nyaman, takut, dan kutinggalkan. Namun, sekarang sisi itu tlah menjadi sahabat sejatiku.

Dan aku saat-saat ini merasa bahwa aku telah berubah... begitu saja, perlahan, alami menuju keintiman dan kedalaman diri. 
 
pic diunggah dari richardbejah.com

Wednesday, February 22, 2012

seringai

Sudah minggu ketiga. Kulihat ia masih kurang fit saja. Terdengar suara batuknya makin menjadi. Terkadang ia membuang ingusnya. Mmm.... mengapa perlu waktu lama baginya untuk sembuh.

Tiga minggu yang lalu aku masih bersenda gurau dengannya. Dan ia masih menanggapi gurauanku dengan tawa khasnya yang membahana. Membuat seluruh isi ruangan kadang bertanya-tanya lelucon macam apa yang membuatnya tertawa terkikik-kikik seperti itu. Beberapa kali gaya tertawanya membuatku ikut tertawa geli sekali, hingga perutku terguncang. Yah... itu tiga minggu yang lalu. Sekarang sudah hampir akhir minggu ketiga. Tetapi sepertinya belum juga flu dan batuk reda dari tubuhnya.

"Sudah minum obat,?" tanyaku.
"u...u...udah...," jawabnya diselingi batuk-batuk yang dalam. Membuatku miris melihatnya.
"Minum obat apa?," tanyaku lagi.
"Biasalah...obat pilek Rhinos, dan makanan minuman panas," paparnya. "Juga vitamin C!," tambahnya.
"Mmm... mungkin kamu kecapekan... Coba istirahat aja," nasehatku hati-hati takut kalau-kalau ia merasa digurui karena ia paling sensitif soal itu.
"Iya...betul...thanks ya....," sahutnya pelan dan penuh pengakuan.

***

Hari pertama dalam minggu. Seperti biasa ia datang mepet sebelum jam kerja dimulai. Lengkap dengan perlengkapan kerjanya. Jaket hijau army, tas coklat, sandal jepit.
"Hai...", sapaku dengan senyum dikulum yang kubuat-buat.
"Hai...pagi.....," sapanya dengan nyengir lebarnya.
Ah sudah lebih baik rupanya. Senang bisa melihat seringai itu lagi. Dengan seringai itu aku tergerak untuk menggoda-godanya lagi dengan lelucon dan ejekan kecil yang selalu membuatku dapat melihat segala ekspresinya yang penuh warna. Ngambek, tertawa, manja-manja...

Hari ini ia membuka tas makanannya. Tali tas oranye ngejreng itu ia buka buru-buru. Ia keluarkan kotak makanan sarapan paginya satu-satu. Pertama ia keluarkan botol besar berisi 1.5 liternya berisi air putih dan perasan lemon. Lalu tangannya mengambil kotak besar tempat ice cream berisi potongan-potongan buah. Kemudian tangannya meraih lagi Tupperware kesukaannya dengan tutup dan tempat yang berbeda warna. Entah kenapa ia suka mengganti-ganti jodoh Tupperwarenya. Wah... banyak juga. Tas oranye ngejreng-nya bagai kotak ajaib Doremon yang menjamin perutnya nyaman sepanjang ia bekerja hari ini.

Aku melirik kotak makannya. "Masak sendiri?"
"Iya," jawabnya sambil nyengir.
"Warna-warni...," tambahku tetap berusaha membuka percakapan.
"He eh..," jawabnya pendek sambil tetap asyik menyendok sayur oseng-oseng buatannya.
Beberapa sendok suapan nasi selalu diselingi besutan ingusnya.... atau batuk-batuknya yang terdengar seperti batuk nenek-nenek apalagi saat berada di ruangan berpendingin udara.
Hatiku agak miris melihat ia tampak kewalahan dengan penyakitnya itu. Hmmm masih belum fit benar ternyata.
Tapi alih-alih menasehatinya, aku memilih untuk menggodanya.
"Susah yaa jadi anak ingusan...," komentarku dengan seringai nakalku layaknya serigala yang sedang ingin memangsa anak domba pada dongeng anak-anak.
Sontak ia mengerutkan keningnya dan memonyongkan kedua bibir mungilnya. Kalau di komik-komik mungkin digambarkan hidung dan telinganya berasap. hahah, aku tertawa geli dalam hati. Kutahan saja.
"Kenapa...? Kok kaya banteng gitu.... eh...banteng mana ada yang ingusan ya..?," godaku sambil tersenyum simpul.
"Uhh.... orang lagi sakit malah digodain...gak mau gak mau...... sebel.....gak suka ah.. bukannya dibantuin apa gimana gitu... ," omelannya mengalir tak bisa disetop.

Aku tak sadar ada yang berbeda saat ia bermanja seperti itu. Mengingat tampilannya yang agak kelaki-lakian dan gaya bicaranya yang hampir..., yah hampir selalu serius menanggapi apapun. Ingin tertawa terbahak-bahak melihatnya seolah tak berdaya hanya karena sebuah cairan putih kental yang bernama ingus. Membuat wajah sangarnya berubah melemah.... ya melemah bukan melembut. Lemah tak kuasa.

***

"eh... tahu gak?" ucapan pertama ketika ia membuka percakapan.
"gak...," jawabku seperti biasa kalau menanggapi ungkapan seperti itu dan pastinya ditanggapinya dengan bibir memblenya.
"aku mau cerita...!' protesnya
"Ya udah cerita aja...,"
"Tau gak...?"
"Gak tau....ya udah cerita aja...," senyumku nakal karena ia paling sulit menghilangkan kebiasaannya untuk membuka percakapan dengan tau gak itu.

Monday, February 13, 2012

love


rasa ini menghampiriku
sesaat setelah rasa sedih menderaku hampir seminggu
rasa hambar
tidak menggelegak
namun juga tidak merana
biasa saja
damai?
entah
biasa saja
mmmm

ketika sedih menguasaiku
rasa sayang, ingin dekat dengan malaikatku begitu menghebat

namun,
ketika posisi berganti
ketika aku dapat menguasai sedihku
namun ketika reda rasa sedih itu
yang kudapati hanya senyap yang hening

tak ada lagi rasa sayang menggebu
ingin dekat dengannya
memeluknya
menangis di dadanya
dan ingin mengubahnya

Eureka...!!
this is called love
the core of love
is not an emotion
emotion can change easily
can conquer us time by time
but love is a commitment
to care others
not for our own sake
but for them...

I dedicate this poem for my angel

the pic was taken from http://www.betterphoto.com/searchResults

Untuk malaikatku


Mengenalnya sepanjang hidupku …

Sosoknya begitu luar biasa

Rasa membuncah kekaguman selalu timbul saat menceritakannya

Lagi dan lagi

Membuat karakternya makin menguat dalam proses memahat pribadiku

Kata-kata mutiaranya, konsep-konsep hidup hebatnya, impian-impian besarnya

Juga pencapaian hidupnya

Ditambah kelihaiannya mengapresiasiku, menumbuhkan kebutuhan berprestasi dan menjadikannya

segala-galanya dalam hidupku, dan pengamatan jitunya atas tumbuh kembangnya pribadiku

Membutakan mataku

Membuatku lengah bahwa itu semua hanya ilusi

Seolah indah megah dan luar biasa

Namun hanya sebuah kekosongan saja ternyata

Ternyata semua hanyalah isme… konsep …

Karena semua adalah kosong…

Ketika kuterjaga

Ada kepedihan di sana

Ada sebuah tanda tanya besar: Kenapa

Kenapa malaikatku ambyar buyar

Dan berubah menjadi manusia biasa

Namun, lebih baik melihatnya menjadi manusia

Hingga aku bisa menggandengnya, mengasihinya layaknya manusia di bumi


http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRumEXL3G9l75tc5RTI-r07dxwE_80m033gX30l7ywRmm8fBSju

Wednesday, February 01, 2012

Letting go




According to Oxford Online Dictionary, letting go is a figurative/ metaphoric expression meaning you must let the past go.
This expression is quite often recommended by our friends, relative, or anyone to make us move on in our life. When we are down, troubled or confused about something, sometimes it is caused by a burden that we carry on our shoulder everywhere.

It seems pretty easy to understand that we must let go the burden which can be our past, wish, sadness, fear, family matters, etc (you name it) but it is hard to be done. Maybe we need a lot of time to say, "I am done with it. Enough!!!" and we put our burden down, and go on as a free person. It looks like we "enjoy" to be the prisoner of our burden.

We can speak out "Enough!" when we have suffered badly and cannot resist with it and we admit that we are weakened by the burden.

It is our choice to start saying enough to our burden, start letting go of them and be a free person. A person who can seize the day, whatever and however it is because there is nothing that can take our day from us except us ourselves. Carpe diem.

Saturday, December 31, 2011

tahun yang baru

setahun telah berlalu
amarah yang tertahan atau yang meledak bagai mesiu yang meledak
rindu yang tertahan atau tertumpah
cinta yang menemui rumahnya
atau cinta yang masih mengembara
asa yang menemui realisasinya
atau asa yang masih dalam agenda
gelisah yang diajak bicara
atau gelisah yang masih dalam resah
takut yang masih berkuasa
atau yang sudah kehilangan gigi taringnya
angan yang seolah nyata walau ternyata hanya bayangan maya
tangis tertahan atau tangis yang mengalir deras
semua telah kulalui di tahun 2011

segala peristiwa pahit getir manis asin dan tawar
menjadi hidupku penuh warna gairah dan geliat
kan kujelang tahun yang baru 2012
dengan keriangan dan gembira manusia pengembara

walau jalan yang kuputuskan belumlah pasti kan membawaku ke mana
namun kumantap langkahkan kakiku
menyusuri kegelapan hutan, basahnya danau, geloranya lautan, dan pongahnya gunung
karena kuyakin aku pergi bersama-Nya

...

Terlempar di dunia keseharianku
Apakah itu
Siapakah itu
Makhluk apa itu
Mmm awalnya aku penasaran
Dan mulailah kulakukan penelusuran
Kulihat-lihat
Kubalik-balik
Kusentuh-sentuh
Mmm


Ohhh makhluk itu pergi
Dan aku menjadi bingung
Kenapa ia pergi???


Eh esoknya ia kembali
Dan aku tersenyum lagi
Karena di benakku telah tercipta imagi yang menari
Kita akan bermain lagi


Ach... ternyata hanya sekejap saja
Dan ia pergi lagi
Aku merajuk, aku sedih dan ngambek
Kukatakan pada diriku
Aku tak mau lagi mengharapkanmu datang lagi
Ingin kubuang kamu selamanya


Tapi kau datang dan datang lagi
Terutama di saat-saat sedih bingungku
Saat-saat kering kerontangku
Kau datang bukan sekedar memberi senyuman
Namun kau beri aku setetes embun pengharapan
Dan juga air kesegaran dan makanan jiwa
Kau membuatku kembali tersenyum dan berlari


Lalu kau menghilang lagi


Aku ingin kau tak pergi lagi
Aku ingin kita bermain
Tertawa
Berjalan menyusuri danau, hutan, gunung dan lautan
Dan pergi ke desa
Dan membuat cerita