mewadahi yang tak terwadahi
mengungkap yang belum terungkap
menyusuri lorong-lorong yang jarang dilewati

Sunday, December 25, 2011

suara itu


Sore itu, hujan turun lumayan deras, sambil berlindung di bawah mantel biru, aku menyambangi rumah-Mu.

Akhirnya aku meluncur juga pergi ke rumah-Mu.... setelah Engkau terus merengek memintaku untuk tetap datang...merayakan hari lahir-Mu.

Memasuki rumah baru-Mu yang megah itu mengingatkanku akan rumah-rumah megah-Mu di Eropa yang kuakrabi lewat kartupos atau lembaran majalah. Megah, indah, dengan lukisan realis di dinding atas dan sampingnya. Melukiskan kisah-Mu bersama para sahabat-Mu. Aku paling mengagumi lukisan burung merpati terbang tinggi yang tergambar di tengah-tengah dekat altar. Cantik dan anggun. Ada juga beberapa pahatan kayu keras tentang proses kisah sengsaramu dari taman Getsemani hingga Gunung Tengkorak....di sepanjang dindingnya...

Mmm, kunikmati dekorasi rumah yang baru dibangun empat tahun lamanya ini di Citraland, Surabaya Barat. Kumanjakan telingaku merasa-rasakan suara-suara indah paduan suara melantunkan lagu-lagu latin karya JA Korman... dengan sound system yang jernih. Ah... aku menikmati tiap momen itu...

Seperti biasa, aku menekuk lututku dan berdoa. Darasan kata-kata sesal permohonan ampun meluncur deras dan cepat dari lubuk hatiku. Begitu cepat. Bahkan terlalu cepat. Berjejalan menyeruak tumpang tindih... mmm agak aneh, pikirku. Dan setelah itu hanya hening.

Engkau hadir. Namun kali ini suara-Mu tampak tak sabar dan tenang mengelus kalbu. Melainkan Kau marah-marah padaku. Mengapa? Kok tumben? Ada sedikit rasa bingung ketika Kau memilih untuk menyapaku dengan demikian. Aku takjub Kau marah karena itu. Aku tak pernah menyangka bahwa Kau begitu care padaku. Aku terlupa bahwa tentu saja Engkau tahu segala kecenderungan hatiku, bahkan yang paling halus dan tipis sekalipun. mmm

Engkau memintaku untuk hanya satu yang kupilih. Walau aku takut. Takut akan segala hasil yang kan kulihat. Aku takut jika hanya kebuntuan, kesia-siaan, sakit hati, amarah dan ketakberdayaanlah yang kutemui. Aku tahu Kau memberiku alat untuk selalu berkomunikasi pada-Mu. Namun aku takut jika pesan-pesan yang Kau sampaikan hanya akan mengantarku pada segala hal yang kutakutkan itu. Aku takut Tuhan....

Engkau mendesakku terus dan terus. Akankah aku terus mengikuti pesan-pesan-Mu atau hanya ingin lari tunggang langgang. Engkau mendesakku. Engkau menantangku. Tak ada suara kebapakan yang tenang dan mengelus kalbu lagi. Dengan pelukan erat dari jubah putih-Mu yang hangat dan lembut. Yang ada sebuah suara tantangan: Apakah kamu mau mengikuti Aku? Pilihlah mana yang mau kau pilih. Aku kan membantumu. Pernahkan aku mengecewakanmu? Pernahkah aku membiarkanmu jatuh? Sendirian? Pernahkah Aku melemparmu dari ketinggian tanpa kuberikan hamparan matras yang menangkapmu lembut dan aman di bawah sana? Semuanya kujawab: TIidak pernah. Nah, apalagi yang kau takutkan? Aku tak kan pernah meninggalkanmu... Percayalah pada-Ku. Percayalah pada-Ku. Percayalah pada-Ku. Apakah kau percaya pada-Ku? Dengan suara halus kujawab: iya...

Kututup percakapanku dengan-Nya dengan terhenyak termangu membisu. MMm Ia bisa marah juga... baru kali ini kudengar suara marah-Nya... Maafkan aku Tuhan, jika aku takut. Maafkan aku jika aku sering tak mau bersandar pada-Mu dengan segala kekalahan dan ketakberdayaanku... Maafkan aku.

Di hari perayaan kelahiran-Mu, aku lahir kembali. Menjadi manusia lemah tak berdaya yang berharap dan merindu pada Bapa-Nya. Tuhan, gandeng aku, gendong aku, bawa aku menuju rumah-Mu. Maafkan aku jika aku nakal dan takut kembali ke rumah-Mu. Jadikan telingaku hanya mendengarkan Engkau saja, bukan yang lain.

Dan kuikuti perayaan Natal di Gereja dengan nama santo pelindung St. Yakobus itu. Menontoni pakaian-pakaian indah... mengagumi gua Natal, ikut bernyanyi dengan semangat dan puncaknya menyambut tubuh-Nya. Memohon Ia mau tinggal di hatiku, menuntunku setiap waktu.

No comments: